RSS

Pages

HAMBATAN KARIR WANITA INDONESIA

Ada banyak wanita karier di Indonesia yang bekerja diberbagai bidang dan instansi pemerintah maupun swata. Tapi ternyata untuk menjadi sukses bagi seorang wanita Indonesia bukanlah perkara mudah, Munkin itulah ungkapan yang tepat untuk menyebut hasil penelitian yang baru-baru ini dakukan khusus untuk perempuan Indonesia.

Penelitian yang menjadi satu bahasan dari buku Psikologi Perempuan: Pendekatan Kontekstual Indonesia karya sembilan psikolog dari Universitas Katolik Atma Jaya ini memang dibuat karena keprihatinan bahwa selama ini, bahkan dalam penelitian psikologi, perempuan Indonesia telah terpinggirkan.

Menurut Weny Safitry Pandia, psikolog yang meneliti masalah ini, dalam prestasi pekerjaan, antara perempuan dan laki-laki sebenarnya memiliki kemampuan yang setara. Namun, lingkungan dapat membuat perempuan tidak menampilkan seluruh bakat dan kemampuannya.

Hal ini disebabkan oleh sosialisasi peran gender mengenai hal yang dianggap pantas dan tidak pantas ditampilkan oleh perempuan. Jika perempuan berada dalam lingkungan yang tepat yang mendorongnya untuk berprestasi dan berkarier optimal, ia akan memiliki aspirasi yang tinggi dalam mengembangkan kemampuannya.

Meski menurun, data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan adanya kenaikan selisih antara jumlah tenaga kerja perempuan dan laki-laki pada 2010 dibanding 2008. Namun, menurut seorang peneliti bernama Goodson (2008), pada 34 negara, kebanyakan perempuan tidak mau mempromosikan diri dan mengemukakan idenya.

Dan, menurut Hyde (2007), ada anggapan bahwa perempuan memiliki kemampuan, kepribadian, dan keterampilan personal kurang baik untuk menduduki jabatan supervisor dibanding laki-laki. Perempuan juga dianggap tidak pantas memimpin dibanding laki-laki, serta kekuasaan yang dimiliki pemimpin perempuan lebih rendah daripada yang dimiliki pemimpin laki-laki.

“Meski lapangan menyerap banyak tenaga kerja perempuan, kondisi dalam dunia kerja masih juga belum memperlihatkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan,” ujar Weny Safitry Pandia, peneliti sekaligus dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya.

Menurut dia, di Indonesia, ketakutan untuk sukses pada pekerja perempuan tergantung dari pengenalan diri dan dorongan dari lingkungan.

Contohnya, kondisi bekerja akan lebih baik jika ia menemukan pasangan hidup yang tepat yang memang bisa mendorong pengembangan karier. Dengan begitu, perempuan tak perlu merasa khawatir bahwa kariernya akan menjadi penghalang keharmonisan dalam hubungannya dengan suami. Faktor eksternal, yaitu kondisi kantor yang family friendly, juga akan membantu perempuan untuk tetap menyalurkan aspirasinya di dunia kerja.

Sementara itu, menurut Theresia Indira Shanti, yang juga dosen Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya, kondisi yang mendorong pembuatan keputusan untuk tidak bekerja di sektor formal yaitu kebutuhan untuk mengasuh dan merawat anak. Adanya tekanan melarang untuk bekerja, situasi yang tidak nyaman yang berkaitan dengan keadaan bekerja, peran ajaran agama juga menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan tersebut.

“Sebagian responden mengatakan, meski tak menyesali keputusan untuk berhenti, mereka memilih menjadi pekerja paruh waktu agar hidup lebih seimbang,” ujar Theresia.

Namun, setelah ia berhenti bekerja, kata Theresia, bakal timbul kejenuhan akan pekerjaan rumah tangga yang cenderung rutin, perasaan kurang dihargai oleh orang lain karena tidak bekerja, dan terbatasnya relasi dengan sahabatnya karena tidak seperti saat bekerja dulu.

Selain relasi, kemandirian juga terasa berkurang karena ia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup dari pendapatannya sendiri, melainkan bergantung pada suami. “Tak jarang juga muncul keinginan untuk terlibat dalam pembicaraan dengan orang lain yang bekerja, dan pemikiran bahwa fisik tubuhnya yang sudah sesuai untuk bekerja,” kata Theresia.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar