RSS

Pages

HAMBATAN KARIR WANITA INDONESIA

Ada banyak wanita karier di Indonesia yang bekerja diberbagai bidang dan instansi pemerintah maupun swata. Tapi ternyata untuk menjadi sukses bagi seorang wanita Indonesia bukanlah perkara mudah, Munkin itulah ungkapan yang tepat untuk menyebut hasil penelitian yang baru-baru ini dakukan khusus untuk perempuan Indonesia.

Penelitian yang menjadi satu bahasan dari buku Psikologi Perempuan: Pendekatan Kontekstual Indonesia karya sembilan psikolog dari Universitas Katolik Atma Jaya ini memang dibuat karena keprihatinan bahwa selama ini, bahkan dalam penelitian psikologi, perempuan Indonesia telah terpinggirkan.

Menurut Weny Safitry Pandia, psikolog yang meneliti masalah ini, dalam prestasi pekerjaan, antara perempuan dan laki-laki sebenarnya memiliki kemampuan yang setara. Namun, lingkungan dapat membuat perempuan tidak menampilkan seluruh bakat dan kemampuannya.

Hal ini disebabkan oleh sosialisasi peran gender mengenai hal yang dianggap pantas dan tidak pantas ditampilkan oleh perempuan. Jika perempuan berada dalam lingkungan yang tepat yang mendorongnya untuk berprestasi dan berkarier optimal, ia akan memiliki aspirasi yang tinggi dalam mengembangkan kemampuannya.

Meski menurun, data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan adanya kenaikan selisih antara jumlah tenaga kerja perempuan dan laki-laki pada 2010 dibanding 2008. Namun, menurut seorang peneliti bernama Goodson (2008), pada 34 negara, kebanyakan perempuan tidak mau mempromosikan diri dan mengemukakan idenya.

Dan, menurut Hyde (2007), ada anggapan bahwa perempuan memiliki kemampuan, kepribadian, dan keterampilan personal kurang baik untuk menduduki jabatan supervisor dibanding laki-laki. Perempuan juga dianggap tidak pantas memimpin dibanding laki-laki, serta kekuasaan yang dimiliki pemimpin perempuan lebih rendah daripada yang dimiliki pemimpin laki-laki.

“Meski lapangan menyerap banyak tenaga kerja perempuan, kondisi dalam dunia kerja masih juga belum memperlihatkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan,” ujar Weny Safitry Pandia, peneliti sekaligus dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya.

Menurut dia, di Indonesia, ketakutan untuk sukses pada pekerja perempuan tergantung dari pengenalan diri dan dorongan dari lingkungan.

Contohnya, kondisi bekerja akan lebih baik jika ia menemukan pasangan hidup yang tepat yang memang bisa mendorong pengembangan karier. Dengan begitu, perempuan tak perlu merasa khawatir bahwa kariernya akan menjadi penghalang keharmonisan dalam hubungannya dengan suami. Faktor eksternal, yaitu kondisi kantor yang family friendly, juga akan membantu perempuan untuk tetap menyalurkan aspirasinya di dunia kerja.

Sementara itu, menurut Theresia Indira Shanti, yang juga dosen Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya, kondisi yang mendorong pembuatan keputusan untuk tidak bekerja di sektor formal yaitu kebutuhan untuk mengasuh dan merawat anak. Adanya tekanan melarang untuk bekerja, situasi yang tidak nyaman yang berkaitan dengan keadaan bekerja, peran ajaran agama juga menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan tersebut.

“Sebagian responden mengatakan, meski tak menyesali keputusan untuk berhenti, mereka memilih menjadi pekerja paruh waktu agar hidup lebih seimbang,” ujar Theresia.

Namun, setelah ia berhenti bekerja, kata Theresia, bakal timbul kejenuhan akan pekerjaan rumah tangga yang cenderung rutin, perasaan kurang dihargai oleh orang lain karena tidak bekerja, dan terbatasnya relasi dengan sahabatnya karena tidak seperti saat bekerja dulu.

Selain relasi, kemandirian juga terasa berkurang karena ia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup dari pendapatannya sendiri, melainkan bergantung pada suami. “Tak jarang juga muncul keinginan untuk terlibat dalam pembicaraan dengan orang lain yang bekerja, dan pemikiran bahwa fisik tubuhnya yang sudah sesuai untuk bekerja,” kata Theresia.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

10 NASEHAT YG SALAH TENTANG KECANTIKAN

1. Sering menyisir akan membuat rambut sehat dan berkilau

Salah. Menyisir hanya diperlukan untuk mengurai rambut yang kusut. Terlalu sering menyisir justru bisa menyebabkan kerontokan, dan membuat rambut rapuh, kering, dan mudah patah.

2. Mencukur bulu kaki bisa membuat bulu tumbuh lebih lebat
Salah. Mencukur kaki, ketiak, dan bagian-bagian tubuh lainnya hanya akan memotong rambut di ba
gian atas kulit. Folikel rambut tak akan rusak maupun tercabut. Jadi, saat bulu kembali tumbuh, ia tetap akan tumbuh normal.

3. Pori-pori bisa dikecilkan
Salah. Beberapa masker seperti masker putih telur memang bisa mengecilkan pori-pori, tapi hanya untuk sementara. Setelah efeknya hilang, pori-pori akan kembali ke ukuran semula.

4. Banyak makan coklat bisa menyebabkan jerawat
Salah. Hingga saat ini belum ada penelitian yang bisa membuktikan hubungan antara jerawat dengan makanan. Yang jelas, makan makanan bernutrisi tinggi seperti sayur dan buah-buahan bisa membuat kulit lebih sehat.

5. Baby oil bisa mencegah stretch mark
Sebetulnya, yang bisa membantu mencegah stretch mark adalah proses pemijatan yang dilakukan saat mengoleskan minyak tersebut ke permukaan kulit. Dengan dipijat, kulit jadi siap untuk “melar” tanpa meninggalkan bekas.

6. Semakin tinggi SPF, semakin baik

Belum tentu. Yang terpenting adalah sunscreen Anda punya filter UVA (untuk antipenuaan) dan UVB (untuk mencegah kulit terbakar). Perbedaan SPF hanya menentukan seberapa
sering kita harus mengoleskan ulang pada kulit. Semakin tinggi SPF, semakin lama dia bertahan di kulit.

7. Orang kurus tak mungkin punya selulit
Salah. Selulit adalah masalah kulit, bukan masalah lemak. Yang memengaruhi munculnya selulit adalah faktor keturunan, hormon, dan proses penuaan. Bukan saja orang yang kurus bisa punya masalah selulit, bahkan yang gemuk pun akan tetap punya selulit saat berat badan mereka menurun drastis.

8. Tak perlu memakai sunscreen saat cuaca sedang mendung
Hanya karena sinar matahari tak terasa terik di kulit kita, bukan berarti ia tak ada sama sekali. Sinar UVA yang berbahaya bisa menembus awan, kaca mobil, dan kaca jendela. Jadi memang sangat dianjurkan untuk memakai sunscreen setiap saat.

9. Memakai kosmetik bisa merusak kulit
Saat ini hampir semua merek kosmetik sudah terbukti aman dan tak akan merusak kulit. Banyak pula yang berbahan noncomedogenic, yang artinya tak akan menyumbat pori-pori. Selain itu, kosmetik juga dapat melindungi kulit wajah dari paparan debu, polusi, dan sinar matahari.

10. Kulit berminyak tak perlu pakai pelembap
Semua jenis kulit memerlukan pelembap agar tetap halus dan lembut. Bahkan memakai pelembap adalah salah satu ritual wajib bagi perawatan kulit. Bila Anda memiliki kulit berminyak, pastikan pelembap yang Anda gunakan adalah pelembap bebas minyak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

GAMBARU !!!

email : dari suami...^_^

Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba di Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan. Muak abis, sumpah, karena tiap
kali bimbingan sama prof, kata-kata penutup selalu : motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama), motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih lagi). Sampai gw rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain selain GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru.


Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja yang kalo males atau ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja. Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha abis-abisan)

Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras" dan "mengencangkan". Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter ini adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan terus mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas persoalan itu" (maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup, namanya hidup emang pada dasarnya susah, jadi jangan ngarep gampang, persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru, titik.).

Terus terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga ngerti, kenapa orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah hidupnya. Bahkan anak umur 3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh gambaru di sekolahnya, kayak pake baju di musim dingin mesti yang tipis2 biar ngga manja terhadap cuaca dingin, di dalam sekolah ngga boleh pakai kaos kaki karena kalo telapak kaki langsung kena lantai itu baik untuk kesehatan, sakit2 dikit cuma ingus meler2 atau demam 37 derajat mah ngga usah bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore, dengan alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia melawan penyakitnya itu sendiri. Akibatnya, kalo naik sepeda di tanjakan sambil bonceng Joanna, dan gw ngos2an kecapean, otomatis Joanna ngomong : Mama, gambare! mama faitoooo! (mama ayo berjuang, mama ayo fight!). Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik darah penghabisan it's a must!

Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting banget dalam hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan 9.0 di jepang bagian timur. Gw tau, bencana alam di indonesia seperti tsunami di aceh, nias dan sekitarnya, gempa bumi di padang, letusan gunung merapi....juga bukanlah hal yang gampang untuk dihadapi. Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang kali ini, jauuuuuh lebih parah dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi dan tsunami terparah dan terbesar di dunia. Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat jepang panik kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar banget kalo mereka kemudian mulai ngerasa galau, nangis2, ga tau mesti ngapain. Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu ebiet dan membuat video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah korban bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya harapan. Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka tidak punya harapan.

Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini? Dari hari pertama bencana, gw nyetel TV dan nungguin lagu-lagu ala ebiet diputar di stasiun TV. Nyari-nyari juga di mana rekening dompet bencana alam. Video klip tangisan anak neg
eri juga gw tunggu2in. Tiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening dompet bencana, video klip tangisan anak negeri), sama sekali ngga disiarkan di TV. Jadi yang ada apaan dong? Ini yang gw lihat di stasiun2 TV :
1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada
2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang
bahu membahu menghadapi bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di wilayah tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)
3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan pemadaman listrik terencana
4. Tips-tips menghadapi bencana alam
5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubun
gi 24 jam
6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang terkena bencana
7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai banget hargan
ya)
8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawaka
n dengan gaya tenang dan tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari kita hadapi (government official pake kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan secara harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati
9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati : *ada yang nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget, tapi tetap tenang dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat pengungsian : gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu
. Jangan menyerah)
*Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu, kita mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana ini; Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat terang. Itu bintang yang sangat indah. Warga Sendai, lihatlah ke atas.


Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana ala gambaru kayak gini, gw bener-bener merasa malu dan di saat yang bersamaan : kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah Jepang. Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya alamnya terbatas banget, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar biasa dan punya mental sekuat baja, karena : falsafah gambaru-nya itu. Bisa dibilang, orang-orang jepang ini ngga punya apa-apa selain GAMBARU. Dan, gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan dalam hidup.

Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan. Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua kehendakNya, Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada rumput yang bergoyang... ..I guarantee you 100 percent, selama masih mental ini yang berdiam di dalam diri kita, sampai kiamat sekalipun, gw rasa bangsa kita ngga akan bisa maju. Kalau ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan persoalan hidup, sebenarnya adalah kata lain dari ngga berani bert
anggungjawab terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup. Jika diperjelas lagi, ngga berani bertanggungjawab itu maksudnya : lari dari masalah, ngga mau ngadepin masalah, main salah2an, ngga mau berjuang dan baru ketemu sedikit rintangan aja udah nangis manja.

Kira-kira setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan, untuk apa gw menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ngga ada gunanya, kalo mau S2 atau S3 mah, ya di eropa atau amerika sekalian, kalo di Jepang mah nanggung. Begitulah kata beliau. Sempat terpikir juga akan perkataannya itu, iya ya, kalo mau go international ya mestinya ke amrik atau eropa sekalian, bukannya jepang ini. Toh sama-sama asia, negeri kecil pula dan kalo ga bisa bahasa jepang, ngga akan bisa survive di sini. Sampai sempat nyesal juga,kenapa gw ngedaleminnya sastra jepang dan bukan sastra inggris atau sastra barat lainnya. Tapi sekarang, gw bisa bilang dengan yakin sama sanak keluarga yang menyatakan ngga ada gunanya gw nuntut ilmu di jepang. Pernyataan beliau adalah salah sepenuhnya. Mental gambaru itu yang paling megang adalah jepang. Dan menjadikan mental gambaru sebagai way of life adalah lebih berharga daripada go international dan sejenisnya itu. Benar, sastra jepang, gender dan sejenisnya itu, bisa dipelajari di mana saja. Tapi, semangat juang dan mental untuk tetap berjuang abis-abisan biar udah ngga ada jalan, gw rasa, salah satu tempat yang ideal untuk memahami semua itu adalah di jepang. Dan gw bersyukur ada di sini, saat ini. Maka, mulai hari ini, jika gw mendengar kata gambaru, entah di kampus, di mall, di iklan-iklan TV, di supermarket, di sekolahnya joanna atau di mana pun itu, gw tidak akan lagi merasa muak jiwa raga. Sebaliknya, gw akan berucap dengan rendah hati : Indonesia jin no watashi ni gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte, kokoro kara kansha itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru seishin wo mi ni tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu. (Saya ucapkan terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti dan mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap hari, agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian semuanya, orang-orang Jepang).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

SOLUSI MENDIDIK ANAK BILA AYAH DAN IBU BEKERJA


Bagi orangtua jaman sekarang, membesarkan anak dengan baik bukanlah hal mudah. Mengingat belakangan ini dengan berbagai alasan sosioekonomi, banyak pasangan suami istri yang sama-sama bekerja. Kecenderungan suami istri bekerja menyebabkan pola pengasuhan anak bergeser dibanding puluhan tahun silam. Anak lebih sering menghabiskan waktunya bersama pengasuh, neneknya, atau bersama teman-temannya dibanding bersama orangtuanya.

Menurut Daniel Amen, M.D, Direktur Medis The Center For Effective Living, fenomena tersebut bisa menimbulkan dampak sosial yang cukup serius jika orang tua tidak memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup pada anak-anak mereka. Untuk mengatasinya, psikiater anak, remaja dan dewasa ini menyodorkan panduan untuk orangtua yang sama-sama bekerja dalam membesarkan anak anak-anak mereka. Berikut ini panduannya:

Waktu

Terciptanya hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua memerlukan waktu yang memungkinkan mereka berkumpul secara fisik. Namun, mengingat keterbatasan waktu, anda tidak perlu memaksakan masalah kuantitas. Selaku orang tua, anda harus konsisten meluangkan sedikit waktu bersama anak-anak setiap hari. Dalam hal ini yang penting bukan lamanya, melainkan kualitas pertemuan itu sendiri. Ketika bersama mereka, jauhkan gangguan dan konsentrasikan perhatian kita kepada mereka. Dengan demikian akan terjalin hubungan batin yang lebih kuat antara orangtua dan anak.

Dengarkan mereka

Saat bersama anak-anak, dengarkan apa yang mereka katakan. Jadilah pendengar yang baik bagi mereka. Dengan demikian mereka akan lebih bersemangat untuk berbagi perasaan dan pikiran. Sehingga anda tidak akan kesulitan mengetahui perkembangan mereka. Baik secara fisik maupun secara psikis. Ingat, jika ingin memiliki pengaruh dalam kehidupan anak, anda harus menjadi pendengarnya yang baik dan menunjukkan sikap empati pada anak.

Tentukan harapan yang jelas

Tekankan harapan anda pada anak dan apa yang anda inginkan terhadap mereka. Hal ini dapat membentuk perilaku yang lebih baik pada mereka. Jangan ragu untuk melibatkan mereka dalam tugas rumah tangga sehari-hari. Sehingga, secara tidak langsung akan tumbuh etos dan etika kerja serta tanggung jawab terhadap keluarga.

Jangan gantikan kasih sayang dengan materi

Banyak orang tua yang merasa bersalah karena bekerja seharian di luar rumah. Sebagai kompensasinya, mereka membiarkan anak berperilaku buruk dan tidak disiplin. Serta memanjakan anak secara materi. Ingat, jangan gantikan kasih sayang dengan uang dan materi. Memang, memenuhi kebutuhan mereka itu penting tapi jangan sampai materi menjadi tujuan utama yang akan menggerogoti nilai-nilai moral mereka.

Jangan gonta-ganti pengasuh

Satu dari kebutuhan psikologis yang penting bagi anak adalah bahwa ia terasuh dengan baik dan mendapatkan kasih sayang secara terus-menerus. Karena itu anak-anak memerlukan pengasuh selama anda berdua tidak berada di dekatnya. Agar tercipta kecocokan satu sama lain carilah pengasuh yang hubungannya cukup dekat dengan anda, misalnya yang masih ada hubungan saudara. Ini mencegah terjadinya gonti-ganti pengasuh. Ingat keseringan berganti pengasuh dapat membahayakan mental anak. Karena pola pengasuhan yang berbeda-beda akan mempengaruhi kestabilan mental anak.

Pengawasan

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak bermasalah sering berasal dari keluarga yang kurang pengawasan. Jangan lupa, anak-anak tidak begitu saja tahu sejak lahir, mana perilaku yang baik dan mana yang buruk. Mereka perlu diajari dan kemudian diawasi. Karenanya, sangatlah penting bagi orang tua untuk mengetahui di mana anaknya, sedang bersama siapa, dan apa yang sedang dilakukan. Memang, anak sering mengeluh kalau ia diawasi ketat, tetapi anak-anak yang tidak diawasi juga sering merasa bahwa orang tua mereka tidak peduli pada mereka.

Beri pujian

Selama ini orangtua cenderung memberi perhatian lebih ketika anak-anak mereka membuat masalah. Sebaliknya, hal-hal baik yang mereka lakukan seringkali luput dari perhatian. Padahal untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya, anda perlu memberi perhatian pada hal-hal baik yang mereka lakukan. Kalau anak merasa diabaikan, secara bawah sadar ia akan berperilaku salah untuk menarik perhatian anda. Maka jangan ragu berikan perhatian sekaligus pujian jika anak-anak berbuat baik.

Berikan hukuman yang mendidik

Orang tua yang bekerja di luar rumah, cenderung mengalami kelelahan dan mudah jengkel. Maka mereka lebih mudah kehilangan kontrol terhadap anak-anak. Ini dapat menimbulkan masalah. Jangan pernah menghukum anak ketika kita sendiri tidak dapat mengontrol diri. Gunakan hukuman untuk mendidik, bukan untuk melampiaskan kemarahan. Dan pilihlah hukuman mengandung pendidikan.

Berikan teladan

Anak belajar berperilaku dari orang tua mereka. Meski manusia tak luput dari kesalahan, tapi usahakan tampilkan sikap terbaik di depan anak-anak. Jika ada masalah dengan pasangan, selesaikan berdua dan jangan sampai anda ribut di depan mereka. Jika orangtua menunjukkan perilaku yang harmonis dan saling menghargai, secara otomatis akan tertanam perilaku yang baik pula dalam diri anak-anak.

Dengan pedoman tersebut, paling tidak anda bisa berharap bahwa mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik, sekalipun anda tidak selalu berada di dekat mereka. Jika anda yakin dengan kondisi mereka, andapun dapat lebih tenang bekerja. Lagipula anda bekerja juga demi anak-anak bukan?




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

WANITA BEKERJA

Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita - ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati peran ganda-nya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam hidup sehari-hari Nah, jika dengan bekerja – ternyata mendatangkan problem yang cukup memusingkan, maka pertanyaannya, apakah manfaatnya jika seorang ibu pergi bekerja mencari nafkah di luar rumah? Artikel berikut ini akan mengupas masalah yang sering dihadapi oleh para ibu yang bekerja, dengan tidak lupa memberikan beberapa alternatif solusi yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.


Sumber Masalah

Sejak jaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum ibu yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa, berasal dari sumber-sumber yang sama. Faktor-faktor yang biasanya menjadi sumber persoalan bagi para ibu yang bekerja dapat diberdakan sebagai berikut:

1. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah per
soalan yang timbul dalam diri pribadi sang ibu tersebut. Ada di antara para ibu yang lebih senang jika dirinya benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga, yang sehari-hari berkutat di rumah dan mengatur rumah tangga. Namun, keadaan “menuntut” nya untuk bekerja, untuk menyokong keuangan keluarga. Kondisi tersebut mudah menimbulkan stress karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri namun seakan tidak punya pilihan lain demi membantu ekonomi rumah tangga. Biasanya, para ibu yang mengalami masalah demikian, cenderung merasa sangat lelah (terutama secara psikis), karena seharian “memaksakan diri” untuk bertahan di tempat kerja.

Selain itu ada pula tekanan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan peran ganda itu sendiri. Memang, kemampuan “manajemen waktu dan rumah tangga” merupakan salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi oleh para ibu bekerja. Mereka harus dapat memainkan peran mereka sebaik mungkin baik di tempat kerja maupun di rumah. Mereka sadar, mereka harus bisa menjadi ibu yang sabar dan bijaksana untuk anak-anak – serta menjadi istri yang baik bagi suami serta menjadi ibu ruman tangga yang bertanggung jawab atas keperluan dan urusan rumah tangga. Di tempat kerja, mereka pun mempunyai komitmen dan tanggung jawab atas pekerjaan yang dipercayakan pada mereka hingga mereka harus menunjukkan prestasi kerja yang baik. Sementara itu, dari dalam diri mereka pun sudah ada keinginan ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara proporsional dan seimbang.

Namun demikian kenyataan ideal tersebut cukup sulit untuk dicapai karena beberapa faktor, misalnya pekerjaan di kantor sangat berat, sedangkan suami di rumah kurang bisa “bekerja sama” untuk ikut menyelesaikan pekerjaan ru
mah, sementara anak-anak juga menuntut perhatian dirinya. Akhirnya, sang ibu tersebut akan merasa sangat lelah karena dirinya merasa dituntut untuk terus memberi dan memenuhi kebutuhan orang lain. Belum lagi, jika ternyata suami dan anak-anak merasa “kurang mendapat perhatian”, tidak heran jika lama kelamaan dirinya mulai dihinggapi depresi, karena merasa tidak bisa membahagiakan keluarganya.

2. Faktor Eksternal

a. Dukungan suami

Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagai sikap-sikap penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau pekerjaan istrinya. Di Indonesia, iklim paternalistik dan otoritarian yang sangat kuat, turut menjadi faktor yang membebani peran ibu bekerja, karena masih terdapat pemahaman bahwa pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan wanita, apalagi ikut mengurus masalah rumah tangga. Masalah rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya seorang istri. Masalah yang kemudian timbul akibat bekerjanya sang istri, sepenuhnya merupakan kesalahan dari istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab menyelesaikannya sendiri.
Keadaan tersebut, akan menjadi sumber tekanan yang berat bagi istri, sehingga ia pun akan sulit merasakan kepuasan dalam bekerja. Kurangnya dukungan suami, membuat peran sang ibu di rumah pun tidak optimal (karena terlalu banyak yang masih harus dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah bekerja) – akibatnya, timbul rasa bersalah karena merasa diri bukan ibu dan istri yang baik.

b. Kehadiran anak
Masalah pengasuhan terhadap anak, biasanya dialami oleh para ibu bekerja yang mempunyai anak kecil/balita/batita. Semakin kecil usia anak, maka semakin besar tingkat stress yang dirasakan. Rasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh para ibu yang bekerja. Apalagi jika pengasuh yang ada tidak dapat diandalkan/dipercaya, sementara tidak ada famili lain yang dapat membantu.


c. Masalah pekerjaan
Pekerjaan, bisa menjadi sumber ketegangan dan stress yang besar bagi para ibu bekerja. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, bos yang tidak bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di tempat kerja, rekan-rekan yang sulit bekerja sam
a, waktu kerja yang sangat panjang, atau pun ketidaknyamanan psikologis yang dialami akibat dari problem sosial-politis di tempat kerja. Situasi demikian akan membuat sang ibu menjadi amat lelah, sementara kehadirannya masih sangat dinantikan oleh keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik itu lah yang sering membuat mereka sensitif dan emosional, baik terhadap anak-anak maupun terhadap suami. Keadaan ini biasanya makin intens, kala situasi di rumah tidak mendukung – dalam arti, suami (terutama) dan anak-anak (yang sudah besar) kurang bisa bekerja sama untuk mau “gantian” melayani dan membantu sang ibu, atau sekedar meringankan pekerjaan rumah tangga.

3. Faktor Relasional
Dengan bekerjanya suami dan istri, maka ot
omatis waktu untuk keluarga menjadi terbagi. Memang, penanganan terhadap pekerjaan rumah tangga bisa diselesaikan dengan disediakannya pengasuh serta pembantu rumah tangga. Namun demikian, ada hal-hal yang sulit dicari substitusinya, seperti masalah kebersamaan bersama suami dan anak-anak. Padahal, kebersamaan bersama suami dalam suasana rileks, santai dan hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan, untuk membina, mempertahankan dan menjaga kedekatan relasi serta keterbukaan komunikasi satu dengan yang lain. Tidak jarang, kurangnya waktu untuk keluarga, membuat seorang ibu merasa dirinya tidak bisa berbicara secara terbuka dengan suaminya, bertukar pikiran, mencurahkan pikiran dan perasaan, atau merasa suaminya tidak lagi bisa mengerti dirinya, dan akhirnya merasa asing dengan pasangan sendiri sehingga mulai mencari orang lain yang dianggap lebih bisa mengerti, dsb. Ini lah yang bisa membuka peluang terhadap perselingkuhan di tempat kerja.

Motivasi

Apakah yang sebenarnya melandasi tindakan para ibu tersebut untuk bekerja di luar rumah, atau motif-motif apa saja yang mendasari kebutuhan mereka untuk bekerja di luar rumah, hingga mereka mau menghadapi berbagai resiko atau pun konsekuensi yang bakal dihadapi. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

1. Kebutuh
an finansial

Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak, membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari pekerjaan di luar rumah, meskipun “hati” nya tidak ingin bekerja.

2. Kebutuhan sosial-relasional

Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk bekerja, karena mempunyai kebutuhan sosial-relasional yang tinggi, dan tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial, akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor, menjadi agenda yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah. Faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.

3. Kebutuhan aktualisasi diri

Abraham Maslow pada tahun 1960 mengembangkan teori hirarki kebutuhan, yang salah satunya mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dengan berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi – adalah bagian dari proses penemuan dan pencapaian kepenuhan diri. Kebutuhan akan aktualiasai diri melalui profesi atau pun karir, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para wanita di jaman sekarang ini – terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada wanita untuk meraih jenjang karir yang tinggi.

Bagi wanita yang sejak sebelum menikah sudah bekerja karena dilandasi oleh kebutuhan aktualisasi diri yang tinggi, maka ia akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Mereka merasa bekerja dan pekerjaan adalah hal yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, menyokong sense of self dan kebanggaan diri – selain mendapatkan kemandirian secara finansial.

4. Lain-lain

Pada beberapa kasus, ada pula ibu bekerja yang memang jauh lebih menyukai dunia kerja ketimbang hidup dalam keluarga. Mereka merasa lebih rileks dan nyaman jika sedang bekerja dari pada di rumah sendiri. Dan pada kenyataannya, mereka bekerja agar dapat pergi dan menghindar dari keluarga. Kasus ini memang dilandasi oleh persoalan psikologis yang lebih mendalam, baik terjadi di dalam diri orang yang bersangkutan maupun dalam hubungan antara anggota keluarga.

Manfaat Bekerja Bagi Wanita

Bagaimana pun juga, kerja mempunyai manfaat positif baik bagi sang ibu bekerja maupun bagi keluarga. Beberapa segi positifnya adalah :

1. Menduku
ng ekonomi rumah tangga

Dengan bekerja nya sang ibu, berarti sumber pemasukan keluarga tidak hanya satu, melainkan dua. Dengan demikian, pasangan tersebut dapat mengupayakan kualitas hidup yang lebih baik untuk keluarga, seperti dalam hal : gizi, pendidikan, tempat tinggal, sandang, liburan dan hiburan, serta fasilitas kesehatan

2. Meningkatnya harga diri dan pemantapan identita
s

Bekerja, memungkinkan seorang wanita mengekspresikan dirinya sendiri, dengan cara yang kreatif dan produktif, untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri, terutama jika prestasinya tersebut mendapatkan penghargaan dan umpan balik yang positif. Melalui bekerja, wanita berusaha menem
ukan arti dan identitas dirinya; dan pencapaian tersebut mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagiaan.

3. Relasi yang sehat dan positif dengan keluarga

Wanita yang bekerja, cenderung mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi, sehingga cenderung mempunyai pola pikir yang lebih terbuka, lebih energik, mempunyai wawasan yang luas dan lebih dinamis. Dengan demikian, keberadaan istri bisa menjadi partner bagi suami, untuk menjadi teman bertukar pikiran, serta saling membagi harapan, pandangan dan tanggung jawab.

4. Pemenuhan kebutuhan sosial

Setiap manusia, termasuk para ibu, mempunyai kebutuhan untuk menjalin relasi sosial dengan orang lain. Dengan bekerja, seorang wanita juga dapat memenuhi kebutuhan akan “kebersamaan” dan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas. Bagaimana pun juga, sosialisasi penting bagi setiap orang untuk mempunyai wawasan dan cara berpikir yang luas, untuk meningkatkan kemampuan empati dan kepekaan sosial – dan yang terpenting, untuk dapat menjadi tempat pengalihan energi secara positif, dari berbagai masalah yang menimbulkan tekanan/stress, entah masalah yang sedang dialami dengan suami, anak-anak maupun dalam pekerjaan. Dengan sejenak bertemu dengan rekan-rekan, mereka dapat saling sharing, berbagi perasaan, pandangan dan solusi.

5. Peningkatan skill dan kompetensi

Dengan bekerja, maka seorang wanita harus bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan, baik tuntutan tanggung jawab maupun tuntutan skill dan kompetensi. Untuk itu, seorang wanita dituntut untuk secara kreatif menemukan segi-segi yang bisa dikembangkan demi kemajuan dirinya. Peningkatan skill dan kompetensi yang terus menerus akan mendatangkan “nilai lebih” pada dirinya sebagai seorang karyawan, selain rasa percaya diri yang mantap.

Beberapa Hasil Penelitian

Di bawah ini akan diungkapkan beberapa hasil penelitian menyangkut situasi-situasi keluarga yang keduanya (suami dan istri) sama-sama bekerja

1. Kepuasan Hidup
Studi tentang kepuasan hidup wanita bekerja yang pernah dilakukan oleh Ferree (1976) menunjukkan, bahwa wanita yang bekerja menunjukkan tingkat kepuasan hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, meski ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan.

2. Kebahagiaan Perkawinan
Hasil penelitian Freudiger, P. (1983), yang dimuat dalam Journal of Marriage and the Family, 45, 213 – 219 – tentang ukuran kebahagiaan hidup wanita yang sudah menikah, ditinjau dari 3 kategori : wanita bekerja, wanita pernah bekerja dan wanita yang belum pernah bekerja, menunjukkan bahwa bagi para istri dan ibu beke
rja, kebahagiaan perkawinan adalah tetap menjadi hal yang utama, dibandingkan dengan kepuasan kerja.

Studi lain masih menyangkut kebahagiaan kehidupan para ibu bekerja, yang dilakukan oleh Walters dan McKenry (1985) menunjukkan, bahwa mer
eka cenderung merasa bahagia selama para ibu bekerja tersebut dapat mengintegrasikan kehidupan keluarga dan kehidupan kerja secara harmonis. Jadi, adanya konflik peran yang dialami oleh ibu bekerja, akan menghambat kepuasan dalam hidupnya. Perasaan bersalah (meninggalkan perannya sementara waktu sebagai ibu rumah tangga) yang tersimpan, membuat sang ibu tersebut tidak dapat menikmati peran-nya dalam dunia kerja.

3. Dukungan Suami
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jones dan Jones (1980) terungkap bahwa sikap suami merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan dual-career marriage. Suami yang merasa terancam, tersaingi dan cemburu dengan status “bekerja” istrinya, tidak bisa bersikap toleran terhadap keberadaan istri yang bekerja. Ada pula suami yang tidak menganggap pekerjaan istri menjadi masalah, selama istrinya tetap dapat memenuhi dan melayani kebutuhan suami. Namun ada pula suami yang
justru mendukung karir istrinya, dan ikut bekerja sama dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Dalam kondisi yang terakhir ini, pada umumnya sang istri akan lebih dapat merasakan kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup, keluarga dan karirnya.

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Scanzoni (1980) diungkapkan bahwa perkawinan dual-career dikatakan berhasil jika di antara kedua belah pihak (suami dan istri) saling memperla
kukan pasangannya sebagai partner yang setara. Pada umumnya, mereka tidak hanya akan berbagi dalam hal income, namun tidak segan-segan berbagi dalam urusan rumah tangga dan mengurus anak.

Beberapa Kiat

1. Manajemen Waktu
Manajemen waktu adalah strategi penting yang perlu diterapkan oleh para ibu bekerja untuk dapat mengoptimalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, istri dan sekaligus karyawati. Untuk itu ada beberapa anjuran yang bisa dipraktekkan :


a. Tentukan dan tetapkan tujuan Anda dalam bekerja.
Apakah yang menjadi motivasi dan tujuan Anda dalam bekerja? Apakah untuk mendapatkan income atau lebih berorientasi pada karir. Lanjutkan dengan hal-hal yang menjadi konsekuensi dari tujuan Anda bekerja, misalnya : seberapa jauhkah Anda ingin melibatkan diri pada pekerjaan dan berapa lama waktunya? apakah Anda tetap menginginkan akhir minggu bersama keluarga ? Pekerjaan macam apakah yang Anda inginkan, full-time atau part-time? Sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Anda beserta keluarga.

b. Tetapkan prioritas Anda
Dengan menetapkan prioritas Anda, Anda dapat mulai menentukan jenis dan porsi aktivitas untuk masing-masing peran (sebagai istri, ibu dan karyawan). Misalnya, Anda dapat menetapkan jadwal kegiatan Anda mulai dari pagi hingga malam dan sambil memberi fokus pada hal-hal tertentu yang menjadi target prioritas Anda dalam
hidup. Misalnya, meskipun Anda bekerja, namun sepulang kerja Anda harus menyediakan waktu yang berkualitas baik untuk anak maupun suami. Susun agenda agar Anda dapat mengatur kegiatan secara lebih sistematis dan efisien.

c. Delegasikan beberapa tugas (baik tugas kantor maupun tugas rumah) kepada orang lain. Delegasikan beberapa pekerjaan pada orang lain, untuk dapat mengefisienkan pekerjaan Anda dan membuat Anda dapat meluangkan lebih banyak
waktu untuk keluarga. Pendelegasian pekerjaan, membuat Anda akan merasa lebih rileks dan dapat memfokuskan diri pada pekerjaan yang betul-betul harus Anda sendiri yang mengerjakan. Jika pekerjaan terlalu padat, pastikan Anda mendelegasikan pekerjaan rumah tangga secara rinci pada pembantu rumah tangga. Pastikan pula, bahwa anak Anda berada dalam pengasuhan orang yang dapat dipercaya dan diandalkan, misalnya menitipkan pada orang tua.

Pendelegasian beberapa pekerjaan rumah tangga pun bermanfaat bagi Anda agar Anda tidak terlalu lelah dibebani pekerjaan sehari-hari sehingga kurang dapat menyediakan waktu yang berkualitas untuk anak dan suami (terlalu sibuk memb
ereskan pekerjaan rumah)

2. Manajemen Keluarga
Berperan ganda, membutuhkan komitmen yang tinggi baik sebagai karyawan/profesional maupun sebagai ibu. Jika di rumah, seorang ibu akan dituntut komitmennya untuk memberikan perhatian pada anggota yang lain, seperti suami dan anak sementara tidak melupakan pula tanggung jawab rumah tangga. Untuk itu, mempekerjaka
n pembantu rumah tangga akan sangat membantu meringankan pekerjaan rutin Anda. Dengan demikian, sepulang kerja atau pun waktu libur Anda dapat lebih rileks, punya waktu untuk bersantai bersama keluarga dan bahkan berkomunikasi secara intensif dengan suami dan anak-anak.
Bagi pasangan yang mempunyai anak relatif lebih besar, dapat ditanamkan pengertian pada mereka untuk ikut membantu mengelola tugas ruma
h tangga sehari-hari. Ajarkan prinsip kerja sama dan tanggung jawab sejak dini pada anak, agar ia terbiasa bersikap mandiri, berinisiatif dan dapat diandalkan.
Jika anak masih kecil, upayakan untuk menyediakan pengasuh yang baik, bertanggung jawab dan dapat dipercaya oleh Anda dalam mengasuh anak ketika Anda pergi bekerja. Alangkah baiknya jika ada anggota keluarga lain seperti orang tua, adik atau kakak yang dapat dimintai pertolongan menjaga, mengawasi dan menemani ana
k Anda. Mekanisme tersebut tidak ada salahnya digunakan, terutama karena Anda sendiri pada waktu-waktu tertentu membutuhkan quality time bersama suami, entah sekedar makan malam berdua atau pergi jalan-jalan – agar antara Anda dengan suami, meskipun sama-sama sibuk, tetap dapat mendekatkan hati demi memelihara dan mempertahankan keharmonisan perkawinan.


3. Manajemen Pekerjaan

Untuk mengusahakan quality time bersama keluarga, Anda perlu bersikap lebih efisien dan produktif dalam pekerjaan. Makin Anda tidak efisien dan produktif, makin banyak pekerjaan yang tertunda dan makin Anda malas untuk menyelesaikannya, hingga menghambat hubungan Anda dengan keluarga. Meskipun sudah di rumah, pikiran Anda melayang ke kantor/pekerjaan dan Anda jadi tegang terus mengingat deadline yang sudah dekat. Akibatnya, Anda stress dan sensitif terhadap anak-anak dan suami. Jadi, manajemen keluarga yang baik, dipengaruhi pula oleh manajemen waktu dan produktivitas yang baik di tempat kerja. Seperti yang telah diungkap sebelumnya, jika mungkin, delegasikan beberapa pekerjaan yang dapat Anda berikan pada orang lain agar waktu kerja Anda lebih efisien dan produktivitas Anda pun maksmimal.

4. Manajemen Diri
Untuk bisa mengatur diri sendiri, Anda perlu mengenali diri sendiri. Kenalilah, seberapa tinggi tingkat toleransi Anda terhadap stress dan hal-hal apa saja yang dapat membuat Anda stress. Hindarkan tindakan-tindakan atau kegiatan yang hanya akan menambah persoalan, dan rubahlah cara berpikir irrasional yang mengganggu kenyamanan hidup Anda. Dari pada memikirkan hal-hal yang negatif, mengkhawatirkan hal-hal yang belum pasti, lebih baik jika Anda sudah mulai stress karena overload atau kelelahan, istirah
atlah sejenak ! Ambillah waktu bersantai, untuk melakukan kegiatan dan hobi yang Anda suka, misalnya berenang, membaca buku, bersantai di rumah, mengunjungi teman lama, pergi ke tempat wisata – intinya, menimba energi baru. Dengan tersedianya energi baru, maka Anda akan lebih mempunyai daya tahan yang kuat menghadapi tekanan yang datang dari masalah-masalah di tempat kerja maupun di rumah.

Ciptakan suasana rileks dalam hati Anda dan berpikirlah positif, agar Anda tidak terlalu tegang dan mudah reaktif terhadap orang lain. Sering-sering bercanda (humor) dengan keluarga dan teman-teman, sangat bermanfaat untuk melepaskan kejenuha
n, ketegangan dan kebosanan.

5. Memelihara Dukungan Sosial
Memelihara hubungan baik dengan rekan-rekan di sekeliling Anda serta atasan, sangatlah penting untuk mencegah timbulnya masalah yang tidak perlu. Bahkan, dukungan moril dan emosional dari rekan-rekan dan atasan, dapat membuat Anda lebih bersemangat kerja. Keberadaan mereka, juga dapat berperan dalam me
mbantu Anda saat menghadapi masalah keluarga. Pengertian dan perhatian mereka, membuat Anda merasa lebih nyaman saat Anda harus meninggalkan kantor atau menunda pekerjaan karena masalah-masalah berat dan penting di keluarga. Keberadaan rekan-rekan, akan membantu Anda dalam mendelegasikan beberapa pekerjaan. (jp)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)